Beberapa waktu lalu saya sempat cerita tentang banyak mengurangi kegiatan beberapa waktu terakhir karena butuh lebih banyak waktu buat keluarga dan diri sendiri di postingan ini.
Dengan mengurangi banyak kegiatan, saya jadi punya lebih banyak waktu buat membaca buku-buku baru dan juga menyelesaikan sebagian buku-buku yang menumpuk yang dulu belum sempat saya baca. Yeay.. senang banget! Akhirnya saya berhasil ‘detoks’ membaca pendek alias cuma baca status orang lain di sosmed aja hihi.. abis ya, kadang suka sebal sendiri selama ini nggak kerasa dengan banyak baca berita di grup whatsapp dan sosmed, pikiran terasa cepat penuh. Padahal hmm.. kepenuhan yang palsu karena bisa jadi itu junk info dan nggak ada ‘gizinya’ buat pikiran huaaa…
Satu hal yang nggak berubah. Dari dulu sesibuk apapun, saya selalu menyempatkan diri buat ‘sweeping’ toko buku minimal sebulan sekali. Saya bisa menghabiskan 1 – 2 jam untuk melihat perkembangan buku-buku terkini yang baru terbit. Senang banget mengamati semua itu sambil berandai-andai, duh ya.. kapan saya bisa menulis buku baru? Pertanyaan yang suka bikin kikuk, karena agak malu, disebut penulis tapi nggak produktif. Ada sih beberapa draft cerita, tapi belum sempat diteruskan. Ada juga ide cerita, tapi yah.. belum sempat dikembangkan dan hanya nongkrong manis dalam folder laptop. Kalau ditanya karya terakhirnya tahun 2013, 5 tahun lalu. Habis itu malah sibuk nulis buat orang lain. Dan kayanya yang bikin malu adalah dalam kurun waktu itu saya cuma jadi jadi penulis status sosmed dan penulis pesan whatsapp deh hahaha.. *tunduk mendalam
Eh, balik lagi cerita.. intinya, dengan kelonggaran waktu yang ada, saya juga jadi punya waktu bersilaturahim dengan teman-teman lama dan mengupdate kabar mereka. Salah satunya sama Dwi Indra Purnomo, sahabat saya yang sangat berprestasi dan karirnya sebagai akademisi gemilang banget. Waktu lulus gelar program Doktor di IPB aja usianya 30 tahun. Saya manggilnya, mas Indra. Jadi awal saya kenal, mas Indra masih jadi penyiar di radio Rase FM Bandung. Favorit banget deh kalau dia udah siaran. Vokalnya yang bulat, suaranya khas, pembawaan siarannya cerdas dan ramah, dan ternyata pembawaannya di radio dengan aslinya nggak beda jauh, orangnya memang hangat dan ramah.
Pak Dosen yang mantan penyiar itu
Singkat cerita, persahabatan kami terus tumbuh walau kami hidup di dua ‘alam’ yang berbeda. Dia dengan kehidupan kampusnya mengajar banyak mahasiswa, saya dengan kehidupan ibu rumah tangga mengajar seorang anak tapi (sok) sibuknya kaya mengajar di 5 kampus, hahaha.. *ngunyah kue Onde =D
Sesekali kami masih dipertemukan di acara kampusnya, karena saya suka diundang buat jadi moderator acara yang digagas buat menginspirasi anak-anak kampus buat tetap berpikir kreatif. Waktu itu pernah juga ketemu di acara buku, karena mas Indra ini juga salah satu profil yang saya tulis di buku 23 Episentrum. Bukunya saat ini sudah ditarik Gramedia karena mau diganti cover (tapi terus lupa update, kabarnya gimana ya ini buku :D). Kalau ke Bandung, saya juga suka menyempatkan ketemu, makanya selalu tahu apa yang dikerjakan sama mas Indra ini..
Semoga buku lama ini bisa tayang lagi dengan cover baru =D
Salah satu yang menarik perhatian saya adalah di sela jadwal mengajarnya sebagai dosen, mas Indra tetap menyalurkan passionnya buat belajar banyak hal. Jatinangior – Bandung bukan jarak dekat buat orang yang malas bergerak. Tapi menjadi sangat mudah bagi orang yang haus ilmu. Nah, mulanya si mas Indra ini rajin mengikuti acara Bandung Creativity City Forum (BCCF) yang banyak sekali membahas ide-ide bersama orang-orang hebat lintas disiplin ilmu. Sepak terjangnya dan kolaborasi hebat BCCF bisa dibaca di sini.
Nah, program ini lalu direplikasi sama mas Indra di Jatinangor. Sebuah kota yang buat sebagian orang nun jauh tapi penuh dengan sumber daya dan energi anak-anak muda. Lalu berdirilah Forum Kreatif Jatinangor. Isinya sharing knowledge anak muda seputar wirausaha setiap kamis malam. Mereka memulai di kafe, kadang di kantor kecamatan dan di manapun tempat yang tersedia, hingga akhirnya saat ini dapat tempat di aula kampus Unpad.
Forum itu menjadi cikal bakal berdirinya komunitas The Local Enablers. #TLE ini sebuah komunitas yang menjadi tempat para mahasiswa untuk berkolaborasi di dunia usaha. Komunitas ini banyak sekali melahirkan wirausaha baru. Hebatnya, para wirausahawan muda ini memang dididik mentalnya sebagai orang-orang yang mampu memberdayakan lingkugannta. pemberdayaan usaha mulai dari hulu dan hilir menjadi produk usaha. Mereka membuat rantai kebaikan dan nilai yang memberikan banyak manfaat, bukan cuma untuk wirausahanya tapi juga bagi produsen bahan baku usahanya.
Siapa mereka dan produknya apa saja sih? Coba deh mampir di instagramnya @thelocalenablers. Ada banyak cerita di sana. Ide produk dan prosesnya hebat-hebat! Hampir semua produknya pernah saya coba, kadang saya suka beli buat oleh-oleh juga. Hayo ibu-ibu dicoba ya produknya hihi
Eh ini koq jadi keasikan cerita produk dan belanja sih..
Lanjut!
Singkat cerita suatu hari, mas Indra mau mendokumentasikan perjalanan anak-anak #TLE ini ke dalam sebuah buku. Tahu saya lagi longgar waktunya, datanglah tawaran buat bantuin mas Indra nulis buku ini. Sudahlah kenal baik, tahu sepak terjang apa yang diperjuangkan, dan berhubung saya pengin jadi dosen tapi nggak sanggup sama ilmunya, jadi saya anggap tawaran ini sebagai ‘asisten pak dosen’ buat salah satu ‘karya ilmiah populer’ beliau.
Makanya kalau ada yang kepo tanya saya, sekarang sibuk apa? saya cuma jawab cepet sambil cengar-cengir, asisten dosen! hihi..
Serius?
Terus langsung deh tampang-tampang kepo nggak percaya muncul, hahaa
Menikmati tenggelam dalam buku-buku referensi, mewah!
Nggak ada yang kebetulan, ini pasti caranya Allah untuk membuat saya mengingat passion saya yang pernah saya tinggalkan. Aduh, senang banget! Baru aja ngebatin, bagaimana ya biar masa-masa rehat saya ini tetap produktif? bagaimana biar pikirannya tetap aktif tapi nggak mau disibukkan dengan kerjaan yang time consuming? Nah jadi ini koq ya pas sekali dengan yang saya butuhkan saat ini. Apalagi didukung dengan restu suami, yang juga senang melihat saya ‘belajar’ lagi dalam waktu rehat ini, wah makin semangat deh..
Tawarin ini seperti menjawab doa saya. Membantu mas Indra dalam pengerjaan ‘riset’ bukunya ini bikin saya banyak membaca lagi. Dekat dengan dunia kampus, sesuatu yang sungguh menyenangkan hati saya dan semoga bikin saya rada pinteran sedikit hahaha.. oh, satu lagi, proses ini membuat saya jadi punya alasan sering ke Bandung, kota yang saya cintai setengah mati dan kota yang selalu sukses membuat energi saya penuh lagi, kota yang selalu jadi tempat saya membuang segala keruwetan pikiran dan amarah sama orang-orang yang menyebalkan lalu mengambil sebanyak mungkin energi positif. Kota yang bikin ide-ide berlarian di kepala saya. Apalagi dnegan kondisi Bandung saat ini yang makin cantik, duh makin betah deh..
Salah satu tempat bengong-bengong di pinggir jalan Dago, suka!
Sejak itu, saya jadi makin kenal dengan anak-anak #TLE . Anak-anak muda tangguh yang punya kepribadian yang menawan banget deh! Karena saya tahu, nggak gampang menjalankan usaha. Benar-benar butuh nafas seperti layaknya nafas seorang pelari marathon yang panjang, konsisten dan gigih. Apalagi ini melakukan usaha sambil melakukan pemberdayaan dan mentoring. Wuih! Takjub melihat mereka semua berproses..
Semoga saya bisa membantu mas Indra dengan baik buat riset karyanya ini ya. Nggak pernah ada yang kebetulan. Bukan hal mudah memutuskan untuk meninggalkan banyak aktivitas. Lalu saat ikhlas, Allah pilihkan salah satu aktivitas ini buat mengisi waktu rehat saya. Insya allah ini jadi ‘pengganti’ aktivitas yang terbaik untuk membuat proses rehat saya jadi lebih bermakna..
Nggak ada sebuah proses yang sia-sia. Dan saya suka banget sama taglinenya#TLE, jangan lelah berproses.. =)
Aanak-anak TLE yang proses perjuangannya keren banget!
Adenita | September 12, 2017 at 10:38 am | Diambil dari blog lama kotakadenita.com
NO COMMENT