READING

Mencari Setitik Berkah

Mencari Setitik Berkah

Repost dari blog lama : August 29, 2017 at 7:23 pm

Banyak sekali perubahan yang terjadi dalam kurun waktu  6- 12 bulan terakhir. Kejadian-kejadian yang terjadi seperti kepingan tunggal puzzle tapi ketika dikumpulkan seperti menjadi satu gambaran cerita yang saling terkait.

Ada masa di mana kehidupan saya bergerak sangat cepat dan di saat yang sama kemampuan saya memahami tanggung jawab untuk keluarga bertambah. Terjadi konflik batin. Kebutuhan saya untuk bersama keluarga meningkat sangat tinggi. Terlebih, Oza yang saat ini masih menjadi anak satu-satunya membuat saya begitu ingin menemani masa-masa emas pertumbuhannya. Bukan menemani sambil disambi dengan waktu yang tersisa.

Makin hari makin menyadari betapa fakirnya ilmu saya, betapa banyak waktu saya yang sia-sia mengurus urusan dunia yang nggak seberapa. Betapa buruknya manajemen waktu saya antara urusan dunia dan akhirat. Betapa saya sering disibukkan untuk mengurus hal-hal prentilan yang akhirnya menghabiskan waktu saya dan melalaikan urusan akhirat.

Saat itu ada rasa resah.

Tidak nyaman.

Kepikiran terus.

Bagaimana kalau saya mati sebelum saya mampu menunaikan kewajiban saya untuk mempelajari ilmu agama saya?

Teringat seorang teman cerita, betapa malunya ia mendapati dirinya jungkir balik belajar demi mendapat beasiswa tapi urusan belajar agamanya nol. Ilmu dunia dikejar, ilmu akhirat terbengkalai. Sejak itu ia niatkan dirinya belajar mengejar ketertinggalan. Dan Masya Allah, sungguh Allah memperlihatkan bahwa siapapun yang mendekat kepada Allah dengan berjalan, maka Allah akan mendekat padanya dengan berlari.

Sampai saya kemudian ada di satu titik. Rasanya saya sudah kebanyakan dosa …  

Saya berdoa kepada Allah agar didekatkan pada aktivitas yang membawa saya pada semua kebutuhan hati dan hidup saya.

Pada keinginan untuk terus memperbaiki diri.

Beberapa waktu kemudian.

Banyak pergeseran terjadi dalam hidup saya.

Ditambah lagi saat itu kebutuhan akan menambah ilmu agama dan memperbanyak bekal hidup saya di kemudian hari nanti juga membumbung tinggi.

Perlahan pergerakan itu terjadi tanpa saya mampu menjelaskannya.

Tiba-tiba saja saya kehilangan gairah untuk melakukan aktivitas usaha yang selama ini di jalan. Banyak sekali kendala dan konflik batin yang terjadi sehingga pikiran dan hati saya seperti beku untuk memikirkan semua itu. Saya tidak mau menyalahkan atau menunjuk pada orang lain. Saya hanya mau berkaca pada diri sendiri, mungkin ada yang salah dari cara saya menjalankannya, atau barangkali ada niat saya yang terpeleset hingga saya jadi ujub. Saya cuma sanggup memperbanyak istighfar.. 
.
Saya lalu mengurangi kecepatan langkah.  Ibarat saya menyetir mobil biasa dengan kecepatan minimal 60 Km/Jam, sekarang saya sengaja menginjak gas untuk kecepatan maksimum 25 km/Jam. Saya mengambil jarak untuk banyak hal. Dengan jarak yang aman dan tidak terlalu dekat. Semua itu agar saya mampu melihat segala sesuatu lebih jelas lagi. Supaya saya mampu memahami dan memetakan ulang arah dan tujuan hidup saya.

Banyak aktivitas yang biasanya menjadi rutinitas, saya tinggalkan. Buat orang lain mungkin terlihat banyak kemunduran dalam hidup saya. Tapi saya sudah tidak peduli lagi dengan apa kata orang.  Saat itu saya hanya fokus mendengar apa yang hati saya katakan, saya butuh memperhatikan diri saya sendiri. Dan sejak itu, saya  benar-benar menata ulang semua aktivitas dan beberapa lingkungan yang saya anggap terlalu banyak membawa mudharat, saya ganti dengan yang baru. Kabar baiknya, waktu saya lebih longgar untuk fokus menata kembali waktu bersama keluarga kecil ini. Saya manfaatkan juga waktu saya untuk menjalankan terapi untuk kesehatan saya lahir dan batin. Dan slot waktu yang ada, saya manfaatkan untuk menambah ‘jam belajar’.

Iya, seperti saya bilang di atas, saya ini fakir ilmu agama. Jadi rasanya, sekarang  inilah waktunya saya mengejar ketertinggalan semua itu. Tentu mengejar menyesuaikan dengan kemampuan saya. Paling tidak ada penambahan waktu belajar. Kajian yang dulu hanya bisa sebulan sekali atau 2 kali , kali ini lebih meningkat. Saya buat jadwal seolah-olah saya punya waktu belajar khusus, semalas apapun saya tetap seret kaki saya untuk datang ke manapun kajian yang temanya saya butuhkan. Saya nggak pernah bikin janji sama siapapun untuk datang ke kajian. Saking saya ingin menjaga rasa khusyuk saya. Dan selalu memilih duduk di pojok depan atau belakang agar tidak ngobrol. Saya menikmati mendengar ayat-ayat cintanya Allah untuk saya. Potongan-potongan ayat yang sepertinya dipilihkan untuk saya dengar dan resapi, dan terkadang menghujam jauh ke dalam hati saya hingga membuat airmata saya meleleh. Sepotong hadist yang kerap disajikan di hadapan saya untuk saya hayati. Dan semua itu sebaik-baik pengingat diri.

Dan saya tertegun, ketika bertemu dengan banyak orang yang selama ini saya anggap hilang ternyata mereka ada dalam lautan ilmu. Sebagian orang yang dulu saya tidak mengerti atas banyak hal-hal yang mereka tinggalkan. Orang-orang yang mungkin tidak terkenal di sosial media, tapi namanya harum sebagai orang-orang yang memakmurkan masjid, sibuk berbagi ilmu kajian dan mencerdaskan orang lain tentang ilmu syari juga banyak menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan. Semoga saya terhindar dari penyakit hati dan riya. Apa yang yang mau saya ceritakan lebih kepada cerita apa yang saya temui ..

Sebaik-baik teman ngobrol adalah suami sendiri bahwa inilah saya yang sekarang…

Saya banyak sekali mencurahkan isi hati saya yang chaos dan merasa berantakan nggak karuan. Saya nggak mampu curhat pada siapapun karena kesulitan menjelaskan pergeseran nilai-nilai dan tujuan hidup yang saya alami. Dan senangnya, suami saya yang mungkin sudah memulai semua ini lebih dulu, seperti menyambut saya dengan suka cita. Duh, malu deh .. istrinya dari dulu kalau diingatkan kebaikan bebal banget *tunduk dan tutup muka huhuhu

Mungkin semua ini juga akibat dosa-dosa saya suka ngeyel kalau dikasih tahu suami kali ya, huhu.. *seka air mata.

Tapi yang pasti terasa banget segala sesuatunya lebih ringan. Mungkin karena kami berjalan atau berlari di ‘pace’ yang sama, akhirnya sesuatu yang mau dituju terasa lebih cepat sampai. Satu hal, terlepas saya banyak melepaskan kegiatan, dengan menambah ‘jam belajar’ kajian ternyata hati saya jauh lebih tenang. Sekali lagi, saya tidak mampu menjelaskan semua ini. Saya hanya menikmati merasakan semua ini sampai kemudian saya membaca hadist ini,

Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling mengajarkan satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan dinaungi rahmat, akan dikeliling para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya.

Tidak usah membahas tentang kemuliaannya, saya masih jauh sekali untuk mendapatkan semua itu. Tapi ketenangan. Itu sesuatu janji yang sudah saya dapatkan, paling tidak saat ini.

Dan saya makin berderai-derai lagi saat membaca Hadist ini,

“Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku pada-Ku. Aku bersamanya kala ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, maka aku akan menyebut-nyebutnya di kumpulan yang lebih baik daripada itu.” (HR. Muslim)

Mungkin banyak teman yang kaget dengan perubahan nilai-nilai kehidupan dan prioritas hidup saya saat ini. Di saat segala yang dibangun mulai terasa dihargai orang lain, saya malah memilih menarik diri. Mungkin bukan sebuah pilihan yang populer. Mungkin hal-hal yang saya tinggalkan secara mendadak ini membuat kening orang lain berkerut.  Banyak undangan brunch dari acara-acara yang menarik tidak lagi saya hadiri. Bukan, bukan karena saya sombong dan tidak mau bergaul lagi, tapi saat ini saya hanya sedang berusaha mejaga hati dan lingkungan. Bukan berarti lingkungan itu buruk, tapi hati saya yang dangkal ini seringkali masih terseret ke hal-hal duniawi yang malah menjauh dari niat awal saya.

Sekali lagi, saya tidak punya cukup kata untuk menjelaskan semua ini. Saya hanya berharap Allah tambahkan keberkahan atas waktu dan segala yang saya lakukan. Karena diberi keberkahan berarti diberi cinta. Orang yang sudah diberi cinta pasti akan selalu diperhatikan. Sesimpel itulah harapan hidup saya saat ini. Mencari titik-titik berkah agar menjadi sebuah garis lurus, yang bisa menuntun saya ke hidup yang lebih baik ..

Insya allah perubahannya bukan ke hal yang negatif. Tapi hanya perubahan sudut pandang untuk perjalanan hidup yang singkat ini, yang terlalu sayang kalau tidak diisi dengan amal shaleh untuk bekal perjalanan yang amat panjang nanti.

Wallahualam bissawab. Mohon maaf lahir dan batin ya, setulus hati saya minta maaf kalau saya ada kesalahan ya. Mohon do’anya supaya saya bisa istiqomah melakukan hal-hal yang baik dan membawa manfaat. Saya yakin orang yang membaca tulisan saya ini, pasti karena hatinya digerakkan oleh Allah. Semoga kita termasuk orang yang selalu mengingatkan dalam kebaikan ya..

Oiya, saya ingat sekali waktu ulang tahun kemarin, saya sempat menuliskan ini dan mempostingnya di Instagram. Doa yang rasanya indah sekali dan bikin hati saya hangat.. doa yang sama saya berikan untuk yang membaca postingan saya ini ya =)

Salam Hangat,


Your email address will not be published. Required fields are marked *

By using this form you agree with the storage and handling of your data by this website.

INSTAGRAM
https://www.instagram.com/adenits/