Seketika dunia tampak kacau.
Kantor-kantor megah itu harus dikosongkan dan penghuninya terpaksa bekerja dari rumah. Lupakan paduan kemeja-kemeja kerja yang licin dengan harum parfum yang kadang membuat kagum. Lupakan memadu padankan setelan kerja, warna jilbab dengan sepatu, karena kini semua itu tidak berlaku. Rutinitas pagi dengan teriakan anak-anak mencari seragam, menunggu sarapan, menunggu jemputan sekolah, semua terhenti.
Hiruk pikuknya pusat keramaian seolah dibungkam paksa untuk diam. Para pengemudi ojek online yang biasa diburu pesanan, kini lebih banyak duduk menunggu. Sekolah diliburkan. Para guru dan orangtua seolah gagap ketika harus bertukar peran. Sebagian tangan sulit mempertahankan lembaran-lembaran rupiah dalam genggaman.
Saya sungguh tidak mengira kesulitan pandemi ini mirip dengan kesulitan krisis yang terjadi tahun’98. Bedanya dulu tanda-tandanya dengan huru hara yang tampak oleh mata, kali ini seperti musuh yang menyelinap masuk diam-diam tapi mengambil semua harta sampai habis.
Saya terpana di sudut jendela. Sungguh tak akan mampu melihat kekacauan yang terjadi ini dengan kacamata dunia. Sungguh tak akan sampai hati melihat negeri dilanda pandemi. Sepertinya saya harus meletakkan kacamata dunia dalam melihat Corona.
Cuma satu kacamata yang bisa dipakai untuk melihat fenomena saat ini dan membuat hati tenang. Kacamata iman. Dan sungguh saya melihat pemandangan yang menakjubkan dari keadaan seorang mukmin. Semua urusan yang kacau terlihat baik. Seolah diingatkan, bahwa kemarin saya telah banyak diberikan kesempatan bersyukur. Maka, kali ini adalah episode bersabar. Keduanya baik. Banyak amalan fisik yang tidak bisa dilakukan, tapi Allah sungguh memberikan ladang amalan hati yang begitu luas.
Corona telah membawa rumah-rumah yang cahayanya temaram kembali hangat tenteram. Ia telah menghadirkan ‘cuti bersama’ yang dinantikan sebagian keluarga sibuk dalam bentuk lain. Kebersamaan keluarga terpanjang. Kesempatan belajar 24 jam bagi para pemburu ilmu dengan ‘menghadirkan’ guru-guru hebat di rumah secara ekslusif. Masa-masa sulit justru memperlihatkan ladang amal dan kesempatan untuk bersedekah.
Rasanya saya ingin terus menggenggam kacamata iman ini. Kekuatan Imun dan Iman dalam menghadapi Corona. Tak akan mampu saya bersabar untuk di rumah saja sepanjang ini tanpa ganjaran indah dari Allah. Dan melelehlah saya ketika mendengar sepotong hadist ini, sungguh menjadi obat penguat imun dan imanku dalam menghadapi Corona…
“Siapa yang menghadapi wabah lalu dia bersabar dengan tinggal di dalam rumahnya seraya bersabar dan ikhlas sedangkan dia mengetahui tidak akan menimpanya kecuali apa yang telah ditetapkan Allah kepadanya, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mati syahid.” (H.R Bukhari).
NO COMMENT