Pagi-pagi dapat pesan singkat dari suami. Sebuah pesan yang mungkin entah sudah berapa kali diteruskan oleh banyak orang dan sampailah pada saya. Dibaca tepat saat saya merasa perlu suntikan semangat karena melihat kemampuan saya dalam belajar yang super lambat dalam banyak hal. Bisa aja nih senggol-senggol istrinya yang agak lemot hahaha… Semoga Allah merahmati siapapun penulis ulang kisah di pesan WA itu.
Terus terang baru beberapa waktu lalu sedang mulai (lagi) belajar bahasa Arab. Kali ini dengan guru dan metode yang berbeda, dengan harapan bisa istiqomah dan bisa ada kemajuan baca kitab mandiri. Di sisi lain, karena saya merasa tertinggal jauh, dari teman-teman yang belajaranya barengan dan melesat cepat. Tapi, memang saya bukan belajar untuk berlomba dengan orang lain, melainkan saya belajar karena memang saya merasa perlu untuk diri saya sendiri.
Apalagi untuk urusan belajar Al-Qur’an. Rasanya ilmunya sudah saya kunyah dari kecil, tapi masih banyaaaaaaaak sekali kekurangannya. Entah sudah berapa kali saya pindah tempat tahsin dan guru. Bukan gurunya yang salah, tapi saya yang lambat paham dan lemah iman karena godaan syaitan dari berbagai penjuru, lama-lama semangatnya turun lalu menyerah. Sampai akhirnya nasib belajar saya ini dan itu Allah mudahkan dengan mempertemukan saya dengan guru-guru hebat yang sabarnya luar biasa dan tidak bosan memberi nasehat.
Nasehat yang isinya kurang lebih sama dengan yang ada dalam kisah yang saya baca di pesan WA saat itu, saya salin di bawah. Semoga kisah ini membuat saya atau siapapun yang tengah berjuang belajar (apalagi pembelajar yang lamban seperti saya) mengingat sebuah hal yang penting, bahwa bersungguh-sungguh dalam berdo’a pada Allah dan menjaga keikhlasan hati adalah bahan bakar utama dalam belajar.
Doa Berlindung Dari Empat Hal
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, jiwa yang tidak merasa kenyang (puas), dan dari doa yang tidak dikabulkan. (HR. Muslim)
Baru Terungkap, Ternyata Imam Syafi’i memiliki Murid “Slow Learner” dan Begini Cara Mengajarnya.
Sangat mengesankan pada apa yang ditulis oleh Imam Baihaqi dalam kitab Manaqib Imam Syafii, bagaimana cara Imam Syafii, sebagai guru mengajar salah satu muridnya yang sangat lamban dalam memahami pelajaran.
Sang Murid itu adalah Ar Rabi’ bin Sulaiman, murid paling slow learner. Berkali-kali diterangkan oleh sang guru Imam Syafii, tapi Robi’tak juga faham. Setelah menerangkan pelajaran, Imam Syafii bertanya,
“Rabi’ Sudah faham paham belum ?”
“Belum faham, ”jawab Rabi’.
Dengan kesabaranya, sang guru mengulang lagi pelajaranya,lalu ditanya kembali, ”sudah faham belum? Belum.
Berulang diterangkan sampai 39x Rabi’ tak juga paham.
Merasa mengecewakan gurunya dan juga malu, Rabi’ beringsut pelan-pelan keluar dari majelis ilmu. Selesai memberi pelajaran Imam Syafii mencari Robi’, melihat muridnya. Imam Syafi’i berkata, ”Robi’ kemarilah, datanglah ke rumah saya !”.
Sebagai seorang guru, sang imam sangat memahami perasaan muridnya, maka beliau mengundangnya untuk belajar secara privat. Sang Imam mengajarkan Rabi’ secara privat, dan ditanya kembali, ”Sudah paham belum ?
Hasilnya? Rabi’ bin Sulaiman tidak juga paham.
Apakah Imam Asy-Syafi’i berputus asa?
Menghakimi Rabi’ bin Sulaiman sebagai murid bodoh? Sekali-kali tidak. Beliau berkata,
”Muridku, sebatas inilah kemampuanku mengajarimu. Jika kau masih belum paham juga, maka berdoalah kepada Allah agar berkenan mengucurkan ilmu-Nya untukmu. Saya hanya menyampaikan ilmu. Allah-lah yang memberikan ilmu. Andai ilmu yang aku ajarkan ini sesendok makanan, pastilah aku akan menyuapkannya kepadamu.”
Mengikuti nasihat gurunya, Rabi’ bin Sulaiman rajin sekali bermunajat berdoa kepada Allah dalam kekhusyukan. Ia juga membuktikan doa-doanya dengan kesungguhan dalam belajar. Keikhlasan, kesalehan, dan kesungguhan, inilah amalannya Rabi’ bin Sulaiman.
Tahukah kita? Rabi’ bin Sulaiman kemudian berkembang menjadi salah satu ulama besar Madzhab Syafi’i dan termasuk perawi hadis yang sangat kredibel dan terpercaya dalam periwayatannya.
Sang slow learner bermetamorfosis menjadi seorang ulama besar. Inilah buah dari kesabaran Imam Asy-Syafi’i dalam mengajar dan mendidik.
Adakah kita, para guru dan orangtua bisa meneladani kesabaran Imam Syafii dalam mengajar ? Berapa kuat kita meyakini bahwa tidak ada anak dan murid yang bodoh?Sudahkan kita, para guru dan orangtua mendoakan anak-anak dan murid didik kita agar difahamkan pelajaran ?
Sudahkan kita, para guru dan orangtua Memotivasi anak murid kita agar gigih berdoa kepada Allah Taala? (AP)
Copas
Sumber :
1.Kitab Thabaqat al-Fuqaha’ Syafi’iyyin juz 1 karya Ibu Katsir ad-Dimasyqi, hlm. 143-144.
2. Kitab Thabaqat Syafi’iyyah al-Kubra juz 2 karya Abdul Kafi as-Subki, hlm. 132-135.
3. Ensiklopedia Imam Syafi’i karya Dr. Ahmad Nahrawi Abdussalam al-Indunisi, hlm. 553
Zamilah
17 September
Yaa Allah,,, aku sangat slow learner.. Semoga ini jadi pemicu belajar saya yg up and down.. Barokallah bun
Adenita
17 September
Aduh, sama koq saya juga, Bu. Makanya mencatat ulang cerita ini biar jadi penyemangat. Wa fiik barakallah, Bu Zamilah 🙂